Tuesday, September 18, 2007
Tanya Jawab tentang Sertifikasi Guru
1
PENGERTIAN, TUJUAN , MANFAAT, DAN DASAR HUKUM PELAKSANAAN SERTIFIKASI GURU
1. Apa yang dimaksud dengan sertifikasi guru?
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas.
2. Apa yang dimaksud dengan sertifikat pendidik?
Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional.
3. Mengapa disebut sertifikat pendidik bukan sertifikat guru?
Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen disebut sertifikat pendidik. Pendidik yang dimaksud disini adalah guru dan dosen. Proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru disebut sertifikasi guru, dan untuk dosen disebut sertifikasi dosen.
4. Apa tujuan dan manfaat sertifikasi guru?
Sertifikasi guru bertujuan untuk:
a. menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional
b. meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan
c. meningkatkan martabat guru
d. meningkatkan profesionalitas guru
Adapun manfaat sertifikasi guru dapat dirinci sebagai berikut.
a. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru.
b. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional.
c. Meningkatkan kesejahteraan guru
5. Mengapa sertifikasi guru dilakukan?
Guru merupakan sebuah profesi seperti profesi lain: dokter, akuntan, pengacara, sehingga proses pembuktian profesionalitas perlu dilakukan. Seseorang yang akan menjadi akuntan harus mengikuti pendidikan profesi akuntan terlebih dahulu. Begitu pula untuk profesi lainnya termasuk profesi guru.
6. Apa dasar pelaksanaan sertifikasi?
Dasar utama pelaksanaan sertifikasi adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan tanggal 30 Desember 2005.
Pasal yang menyatakannya adalah Pasal 8: guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal lainnya adalah Pasal 11, ayat (1) menyebutkan bahwa sertifikat pendidik sebagaimana dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
Landasan hukum lainnya adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan yang ditetapkan pada tanggal 4 Mei 2007.
7. Apa sertifikasi guru menjamin peningkatan kualitas guru?
Sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk mencapai suatu tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua fihak bahwa sertifikasi adalah sarana untuk menuju kualitas. Kesadaran dan pemahaman ini akan melahirkan aktivitas yang benar, bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk mencapai kualitas.
Kalau seorang guru kembali masuk kampus untuk meningkatkan kualifikasinya, maka belajar kembali ini bertujuan untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, sehingga mendapatkan ijazah S-1. Ijazah S-1 bukan tujuan yang harus dicapai dengan segala cara, termasuk cara yang tidak benar melainkan konsekuensi dari telah belajar dan telah mendapatkan tambahan ilmu dan ketrampilan baru.
Demikian pula kalau guru mengikuti sertifikasi, tujuan utama bukan untuk mendapatkan tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam standar kompetensi guru. Tunjangan profesi adalah konsekuensi logis yang menyertai adanya kemampuan yang dimaksud. Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar untuk menghadapi sertifikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka sertifikasi akan membawa dampak positif, yaitu meningkatnya kualitas guru.
2
PELAKSANA SERTIFIKASI GURU
1. Siapa yang akan melaksanakan sertifikasi guru?
UUGD Pasal 11 ayat (2) dinyatakan bahwa sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan demikian sertifikasi guru diselenggarakan oleh LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
2. Apa persyaratan perguruan tinggi yang dapat melaksanakan sertifikasi guru?
Persyaratan:
a. memiliki program studi pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi sesuai dengan peraturan yang berlaku
b. ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional
Sedangkan komponen utama yang diseleksi menyangkut jumlah program studi kependidikan, peringkat akreditasi Badan Akreditasi Nasional BAN) Perguruan Tinggi tiap program studi kependidikan, Sumber Daya Manusia (SDM) setiap program studi, sarana dan prasarana, laporan Evaluasi Program Studi Berdasarkan Evaluasi Diri (EPSBED) setiap program studi kependidikan, ketaatazasan dalam penyelenggaraan PT.
3. Apakah perguruan tinggi swasta boleh melaksanakan sertifikasi guru?
Tentu saja boleh, asalkan perguruan tinggi tersebut memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan masuk dalam daftar perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
4. Siapa yang berhak memberikan penilaian guru peserta sertifikasi?
Penilaian guru yang mengikuti sertifikasi dilakukan oleh asesor. Yang melakukan seleksi dan menetapkan asesor adalah perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi guru. Tugas asesor adalah menilai kompetensi guru sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan.
5. Apa kriteria asesor?
a. WNI yang berstatus sebagai dosen, widyaiswara, instruktur/guru senior, atau pengawas di lingkungan Dinas Pendidikan yang bersertifikat pendidik.
b. Sehat jasmani dan rohani, sehingga mampu melaksanakan tugas sertifikasi guru.
c. Memiliki komitmen dan sanggup melaksanakan sertifikasi guru secara obyektif.
d. Berpendidikan minimal S2 (ada unsur kependidikan).
e. Berpengalaman mengajar, melatih, atau membimbing guru atau calon guru dalam rentang 5 (lima) tahun terakhir dalam bidang yang sesuai.
6. Siapa yang menunjuk asesor?
Yang menetapkan asesor adalah Rektor perguruan tinggi yang ditunjuk sebagai pelaksana sertifikasi.
7. Guru muatan local, guru TIK, dan guru Kelautan, Pariwisata siapa yang mensertifikasi?
Guru muatan lokal, guru TIK, guru Kelautan, dan Pariwisata disertifikasi oleh LPTK dalam rayon setempat bekerjasama dengan perguruan tinggi lain baik dari dalam rayon maupun di luar rayon, baik LPTK maupun non LPTK yang memiliki kelayakan.
3
PESERTA SERTIFIKASI GURU
1. Siapa saja yang dapat mengikuti sertifikasi guru? Apakah sertifikasi hanya berlaku bagi guru yang mengajar di sekolah negeri?
Semua guru yang memenuhi persyaratan berhak mengikuti sertifikasi, baik guru baik PNS maupun Non-PNS. UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tidak membedakan guru menurut unit organisasinya, terutama berkaitan dengan tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan tunjangan khusus.
2. Apakah guru yang belum mempunyai akta mengajar boleh mengikuti sertifikasi guru?
Semua guru dalam jabatan boleh mengikuti sertifikasi guru asalkan memenuhi persyaratan sertifikasi guru.
3. Apakah guru honorer boleh mengikuti sertifikasi guru?
Guru honorer yang memenuhi kriteria boleh mengikuti sertifikasi guru.
4. Apa definisi guru dalam jabatan?
Guru dalam jabatan adalah guru yang secara resmi telah mengajar pada suatru satuan pendidikan saat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen diberlakukan.
5. Apakah guru yang akan pensiun perlu mengikuti sertifikasi?
Semua guru yang belum pensiun berhak mengikuti sertifikasi.
6. Guru agama yang bertugas di sekolah binaan Depdiknas, siapa yang mensertifikasi?
Sertifikasi guru agama baik yang diangkat Depdiknas, Depag, maupun Pemda dilakukan oleh Depag.
7. Guru BP apakah juga dapat dimasukkkan dalam kuota?
Guru BP dapat dimasukkan dalam kuota, sementara itu instrumennya akan disiapkan.
8. Jika guru sudah pernah mengikuti uji kompetensi yang dilakukan oleh propinsi, apakah masih harus mengikuti sertifikasi guru?
Uji sertifikasi yang dilakukan oleh provinsi memiliki tujuan yang berbeda dengan sertifikasi guru sebagai amanat UU Guru dan Dosen, oleh kerena itu guru harus mengikutinya dan hasil uji kompetensi yang pernah diikuti dilampirkan dalam portofolio.
9. Apakah guru kejuruan yang sdh mendapatkan sertifikat profesi dari LSP masih harus mengikuti sertifikasi guru?
Guru SMK yang sudah memiliki sertifikat profesi dari LSP harus mengkuti sertifikasi dan hasil sertifikasi dari LSP dilampirkan dalam portofolio.
4
KRITERIA, PERSYARATAN , DAN REKRUTMEN PESERTA SERTIFIKASI GURU
1. Apa kriteria yang harus dimiliki oleh seorang guru agar dapat mengikuti sertifikasi?
Guru yang dapat mengikuti sertifikasi adalah guru yang telah memenuhi persyaratan utama yaitu memiliki ijasah akademik atau kualifikasi akademik minimal S-1 atau D4.
2. Banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidangnya (mismatch), yaitu guru yang mengajar mata pelajaran yang berbeda dengan bidang keahliannya, misalnya sarjana jurusan pendidikan biologi tetapi mengajar mata pelajaran matematika. Bagaimana mereka disertifikasi?
Sertifikasi bagi guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang keahliannya dapat memilih proses sertifikasi berbasis pada ijazah S1/D4 yang dimiliki, atau memilih proses sertifikasi berbasis bidang studi yang diajarkan.
Jalur sertifikasi mana yang akan dipilih oleh guru, sepenuhnya diserahkan guru yang bersangkutan dengan segala konsekuensinya.
3. Apa yang harus dipersiapkan seorang guru dalam mengikuti sertifikasi?
Bagi guru yang belum memiliki ijasah S1/D4 wajib menyelesaikan dahulu kuliah S1/D4 sampai yang bersangkutan memperoleh ijasah S1/D4. Program studi yang diambil harus sesuai dengan mata pelajaran yang diampu atau sesuai dengan program studi yang dimiliki sebelumnya. Sambil menyelesaikan studinya, guru dapat mengumpulkan portofolio.
Bagi guru yang sudah S1/D4 mempersiapkan diri dengan mengumpulkan portofolio yang merekam jejak profesionalitas guru selama mengabdikan diri sebagai guru.
Disamping itu, sambil menunggu kesempatan mengikuti sertifikasi, guru meningkatkan profesionalitasnya dengan melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan dan melakukan inovasi-inovasi pembelajaran di sekolah.
4. Bagaimana caranya agar guru bisa mengikuti sertifikasi?
Guru calon peserta sertifikasi yang memenuhi kriteria kualifikasi bisa mendaftarkan diri ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk dimasukkan dalam daftar calon peserta sertifikasi. Dinas Kabupaten/Kota menyusun daftar prioritas guru berdasarkan urutan kriteria yang telah ditetapkan. Guru mencari informasi ke Dinas Kabupaten/ Kota.
5. Bagaimana mekanisme rekrutmen calon peserta sertifikasi guru ?
Proses rekrutmen peserta sertifikasi mengikuti alur sebagai berikut:
a. Dinas Kabupaten/Kota menyusun daftar panjang guru yang memenuhi persyaratan sertifikasi.
b. Dinas Kabupaten/Kota melakukan rangking calon peserta kualifikasi dengan urutan kriteria sebagai berikut:
- masa kerja
- usia
- golongan (bagi PNS)
- beban mengajar
- tugas tambahan
- prestasi kerja
c. Dinas Kabupaten/Kota menetapkan peserta sertifikasi sesuai dengan kuota dari Ditjen PMPTK dan mengumumkan daftar peserta sertifikasi tersebut kepada guru melalui forum-forum atau papan pengumuman di Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
6. Bagaimana cara mengukur masa kerja?
Masa kerja dihitung selama seseorang menjadi guru. Bagi guru PNS masa kerja dihitung mulai dari diterbitkannya surat keterangan melaksanakan tugas berdasarkan SK CPNS. Bagi guru non PNS masa kerja dihitung selama guru mengajar yang dibuktikan dengan Surat Keputusan dari Sekolah berdasarkan surat pengangkatan dari yayasan.
7. Berapakah jam wajib mengajar guru ?
Menurut UUGD dan Permendiknas jumlah jam wajib mengajar guru adalah 24 jam tatap muka.
8. Bagaimana kalau guru tersebut tidak dapat memenuhi jumlah jam wajib mengajar, misalnya untuk guru bahasa asing selain bahasa Inggris, atau guru di daerah terpencil ?
Untuk memenuhi jumlah wajib mengajar, maka seorang guru dapat melakukan:
- mengajar di sekolah lain yang memiliki ijin operasional Pemerintah atau Pemerintah Daerah
- melakukan Team Teaching (dengan mengikuti kaidah-kaidah team teaching)
Bagi guru dengan alasan tertentu sama sekali tidak dapat memenuhi kewajiban mengajar 24 jam misalnya guru yang mengajar di daerah terpencil, maka seperti dalam Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 pasal 6 ayat (4), guru tersebut harus mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Pendidikan Nasional atau pejabat yang ditunjuk.
9. Apakah kepala sekolah juga harus disertifikasi ?
Kepala sekolah dan wakil kepala sekolah juga harus mengikuti sertifikasi. Kewajiban mengajar kepala sekolah adalah 6 jam tatap muka dan wakil kepala sekolah 12 jam tatap muka. Idealnya kepala sekolah dan wakil kepala sekolah harus memperoleh sertifikat pendidik lebih dahulu, agar jadi contoh yang baik bagi guru yang lain.
10. Pada tahun 2007 kuota non PNS tetap 25%, padahal banyak guru non PNS yang masa kerjanya masih sedikit masuk dalam kuota. Hal ini menimbulkan iri pada guru PNS yang masa kerjanya lebih lama.
Kuota guru non PNS tetap 25% karena sudah merupakan kesepakatan dengan BMPS sebagai bagian dari bentuk perhatian kepada guru non PNS, namun guru non PNS yang mengikuti sertifikasi harus memenuhi persyaratan masa kerja minimal 2 tahun.
5
PROSEDUR DAN MEKANISME SERTIFIKASI GURU
1. Bagaimana mekanisme pelaksanaan sertifikasi guru?
Ada dua macam pelaksanaan sertifikasi guru, yaitu:
a. melalui penilaian portofolio bagi guru dalam jabatan, dan
b. melalui pendidikan profesi bagi calon guru
Sertifikasi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui penilaian portofolio. Penilaian portofolio tersebut merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:
a. kualifikasi akademik;
b. pendidikan dan pelatihan;
c. pengalaman mengajar;
d. perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran;
e. penilaian dari atasan dan pengawas;
f. prestasi akademik;
g. karya pengembangan profesi;
h. keikutsertaan dalam forum ilmiah;
i. pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan
j. penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Guru yang memiliki nilai portofolio di atas batas minimal dinyatakan lulus penilaian portofolio dan berhak menerima sertifikat pendidik.
Namun, guru yang hasil penilaian portofolionya memperoleh nilai kurang sedikit dari batas minimal diberi kesempatan untuk melengkapi portofolio. Setelah lengkap guru dinyatakan lulus dan berhak menerima sertifikat pendidik.
Bagi guru yang memperoleh nilai jauh di bawah batas minimal lulus wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) profesi guru yang akan dilaksanakan oleh perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Pada akhir diklat profesi guru, dilakukan ujian dengan materi uji mencakup 4 kompetensi guru.
Bagi guru yang lulus ujian berhak menerima sertifikat pendidik, dan guru yang belum lulus diberi kesempatan untuk mengulang materi diklat yang belum lulus sebanyak 2 kali kesempatan.
2. Apa yang dimaksud dengan portofolio?
Portofolio adalah bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai dalam menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu. Jadi portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan rekam jejak profesionalitas guru selama mengajar yang mencakup 10 jenis seperti pada pertanyaan nomor 1 di atas.
3. Sebagai peserta sertifikasi, apa yang harus dilakukan guru dengan portofolio yang dimiliki ?
Portofolio yang sudah didokumentasikan guru dirangkum dalam suatu format Instrumen portofolio. Instrumen tersebut sudah disiapkan dan akan didistribusikan kepada guru melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Instrumen portofolio diisi guru dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan perjalanan profesionalitas guru dan dilampiri dengan bukti fisik yang telah disahkan keasliannya.
4. Siapa yang mengesahkan dokumen portofolio?
Dokumen portofolio disahkan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah tempat guru mengajar. Untuk Kepala Sekolah berkas portofolio disahkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau pejabat lain yang ditunjuk.
5. Bagaimana kalau semua dokumen portofolio hilang atau rusak?
Karena penilaian portofolio berdasarkan dokumen yang diterima, maka harus ada bukti yang dilampirkan. Apabila dokumen tersebut hilang, maka guru harus mencari bukti lain dari sumber yang mengeluarkan dokumen tersebut.
Dokumen yang rusak dapat difotokopi dan disahkan oleh lembaga yang mengeluarkan dokumen tersebut atau pejabat yang ditunjuk.
6. Apakah penilaian portofolio sama dengan penilaian angka kredit jabatan fungsional untuk kenaikan pangkat guru?
Ada hal-hal yang sama, ada juga yang berbeda seperti skala penilaian dan bobot untuk masing-masing komponen berbeda dengan penilaian angka kredit jabatan.
7. Apakah setiap komponen yang mendeskripsikan profesionalitas guru itu harus ada. Kalau salah satu tidak ada, tapi dipenuhi dengan komponen lainnya, bagaimana ?
Seorang guru yang profesional harus memenuhi seluruh komponen yang disebutkan di point 1 (Prosedur dan Mekanisme Sertifikasi Guru) di atas. Komponen kualifikasi akademik; pendidikan dan pelatihan; pengalaman mengajar; perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; dan penilaian dari atasan dan pengawas merupakan komponen yang utama dalam sertifikasi. Jadi semua komponen harus dipenuhi.
8. Apa yang dimaksud dengan pendidikan dan pelatihan profesi guru?
Pendidikan dan pelatihan profesi guru (Diklat Profesi Guru/DPG) merupakan program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki otoritas untuk melaksanakan sertifikasi guru bagi peserta sertifikasi yang belum lulus penilaian portofolio.
9. Pada akhir pendidikan dan pelatihan profesi guru, peserta sertifikasi harus mengikuti ujian, apa yang diujikan ?
Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan profesi guru diakhiri dengan ujian yang mencakup kompetensi guru dibidang pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional
10. Apa yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik?
Kompetensi pedagogik meliputi:
a. pemahaman terhadap peserta didik, dengan indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif dan kepribadian dan mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik
b. perancangan pembelajaran, dengan indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih
c. pelaksanaan pembelajaran dengan indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
d. perancangan dan pelaksanaan evaluasi hasil belajar, dengan indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assesment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum
e. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya, dengan indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
11. Apa yang dimaksud dengan kompetensi profesional?
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya.
Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antarmata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah-langkah pene-litian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
Banyak ahli pendidikan yang memberikan koreksi seharusnya lebih cocok digunakan istilah kompetensi akademik. Kompetensi professional adalah untuk keempat kompetensi guru tersebut di atas.
12. Apa yang dimaksud dengan kompetensi sosial?
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
13. Apa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian?
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
14. Bagaimana proses pengumuman sertifikasi guru?
Hasil penilaian portofolio dan diklat profesi guru oleh Rayon LPTK dikirimkan ke Panitia Sertifikasi Tingkat Kabupaten/Kota untuk diinformasikan ke guru peserta sertifikasi.
15. Apakah guru boleh mendapatkan sertifikat lebih dari satu?
Seseorang dapat memperoleh lebih dari satu sertifikat pendidik, namun hanya dengan satu nomor registrasi dari Departemen Pendidikan Nasional.
16. Apa yang akan dilakukan seorang guru setelah memperoleh sertifikat pendidik?
Guru yang telah memiliki sertifikat pendidik harus terus melakukan peningkatan kompetensinya melalui berbagai kegiatan untuk meningkatkan profesionalitas guru berkelanjutan (continous professioal development). Hal ini harus berlangsung secara berkesinambungan, karena prinsip mendasar adalah guru harus merupakan a learning person, belajar sepanjang hayat masih dikandung badan. Sebagai guru profesional dan telah menyandang sertifikat pendidik, guru berkewajiban untuk terus mempertahankan profesionalitasnya sebagai guru.
Pembinaan profesi guru secara terus menerus (continuous professional development) menggunakan wadah guru yang sudah ada, yaitu kelompok kerja guru (KKG) untuk tingkat SD dan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) untuk tingkat sekolah menengah di P4TK, di perguruan tinggi dan di tempat lain yang merupakan wahana pemeliharaan dan peningkatan kompetensi.
Aktifitas guru di KKG/MGMP tidak saja untuk menyelesaikan persoalan pengajaran yang dialami guru dan berbagi pengalaman mengajar antar guru, tetapi juga untuk mengembangkan kontak akademik dan melakukan refleksi diri.
17. Siapa pemberi sertifikat ?
Yang memberi sertifikat adalah Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan sertifikasi guru.
18. Berapa lama berlakunya sertifikat pendidik ?
Sertifikat pendidik yang diperoleh guru berlaku sepanjang yang bersangkutan melaksanakan tugas sebagai guru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
19. Apa saja kewajiban guru sebagai tenaga profesional?
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
20. Bolehkah seorang guru memiliki lebih dari satu sertifikat pendidik?
Boleh, jika ada kesempatan. Namun nomor registrasi dan tunjangan profesinya hanya 1.
21. Jika tidak lulus ujian diklat profesi, apa yang harus dilakukan seorang guru ?
Guru yang yang tidak lulus ujian diklat profesi harus meningkatkan kompetensinya melalui belajar mandiri, pertemuan MGMP, atau pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas, PMPTK, atau lembaga lain (remedial program). Setelah siap maka guru diberi kesempatan dua kali untuk ujian ulangan.
22. Apa fungsi Pengawas dalam sertifikasi guru?
Bersama dengan kepala sekolah, Pengawas berperan sebagai evaluator atau penilai bagi guru dalam hal melaksanakan pembelajaran, kompetensi kepribadian, dan sosial dengan menggunakan format yang telah disiapkan.
23. Penilaian atasan dan pengawas, bolehkah kepala sekolah saja atau harus keduanya?
Instrumen penilaian dari atasan dan pengawas harus diisi oleh keduanya dalam satu format instrumen.
24. Apa peran LPMP dan P4TK dalam sertifikasi guru?
Peran LPMP dan P4TK dalam sertifikasi guru:
1) menjadi salah satu sumber informasi sertifikasi guru,
2) melakukan sosialisasi sertifikasi kepada guru,
3) LPMP mengolah data peserta dan menganalisis hasil sertifikasi guru sebagai bahan kebijakan pembinaan guru pasca sertifikasi,
4) P4TK melakukan pembinaan guru pasca sertifikasi,
5) Widyaiswara pada LPMP dan P4TK yang memenuhi persyaratan dapat mendaftarkan sebagai asesor di LPTK setempat yang ditetapkan menyelenggarakan sertifikasi.
6
DANA SERTIFIKASI GURU
1. Dari mana sumber dana dialokasikan untuk sertifikasi guru?
Sertifikasi guru dianggarkan melalui dana APBN, APBD dan sumber lain yang sah.
2. Apa kewajiban Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan sertifikasi guru?
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota bertanggung jawab terhadap penetapan peserta sertifikasi guru setiap tahun. Untuk itu Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota harus membentuk Panitia Pelaksanaan Sertifikasi Guru.
Tugas Panitia Sertifikasi Guru adalah:
a. Mengikuti sosialisasi sertifikasi di Pusat dan atau di Propinsi
b. Menentukan urutan prioritas peserta sertifikasi berdasarkan kriteria yang berlaku sesuai dengan kuota Kabupaten/kota
c. Membuat SK penetapan peserta sertifikasi
d. Melakukan sosialisasi pelaksanaan sertifikasi kepada guru
e. Menyerahkan kepada peserta sertifikasi berkas-berkas sebagai berikut:
1) Formulir pendaftaran
2) Nomor peserta/nomor kuota
3) Panduan pengisian instrument portofolio
4) Instrumen portofolio
5) Instrumen Penilaian Atasan
f. Mengumpulkan dari guru peserta sertifikasi berkas :
1) Formulir pendaftaran
2) Instrumen portofolio yang sudah diisi
3) Bukti fisik yang mendukung instrument portofolio
g. Mengecek kelengkapan data/berkas peserta
h. Mengirim berkas ke LPTK penyelenggara sertifikasi yang ditunjuk Pemerintah
i. Mengumumkan hasil penilaian dari LPTK kepada guru peserta sertifikasi
j. Mengumpulkan kelengkapan berkas portofolio bagi guru yang belum lulus atau belum lengkap portofolionya
k. Membantu remidiasi bagi guru yang belum lulus ujian diklat pendidikan profesi
l. Memfasilitasi guru yang belum lulus diklat profesi untuk mengikuti ujian ulang diklat profesi.
3. Bolehkah guru atau institusi membiayai sendiri untuk melaksanakan sertifikasi?
Boleh, sepanjang masih dalam jumlah kuota kabupaten/kota atau provinsi yang ditetapkan oleh Mendiknas.
Sertifikasi guru dalam jabatan merupakan program Pemerintah yang didasarkan pada rencana tahunan yang ditetapkan oleh Mendiknas. Oleh karena itu, tidak diperkenankan ada tambahan peserta di luar dari rencana tahunan yang sudah ditetapkan.
4. Berapa lama tenggang waktu yang disediakan bagi guru untuk memiliki sertifikat pendidik sehubungan dengan berlakunya UUGD ?
Semua guru harus sudah memiliki sertifikat pendidik selama 10 tahun setelah UUGD disahkan. Berarti tahun 2015 proses sertifikasi guru dalam jabatan harus sudah selesai.
7. Siapa yang akan memonitor guru yang lulus sertifikasi sehingga kinerjanya tidak menurun setelah diberi tunjangan?
Guru harus dapat mempertahankan kompetensinya sebagai profesi guru setelah mendapat sertifikat guru. Kepala Sekolah dan Pengawas yang akan memantau kinerja guru setelah mendapat sertifikasi guru.
8. Tahun 2007 ini dana untuk penggandaan dokumen dan sosialisasi belum tersedia di dinas pendidikan provinsi dan dinas pendidikan kabupaten/kota.
Dana untuk penggandaan dokumen dan untuk sosialisasi disiapkan oleh kabupaten/kota, untuk itu Ditjen PMPTK akan mengirimkan surat kepada Bupati/Walikota untuk membantu menyediakan anggaran untuk sertifikasi guru.
7
TUNJANGAN PROFESI
1. Hak apa yang akan diterima oleh guru setelah memperoleh sertifikat pendidik ?
Dalam pasal 15 ayat (1) UUGD dinyatakan bahwa pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Ayat (2) menyatakan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
Ayat (3): Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Ayat (4): Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. Apa dasar untuk menentukan jumlah tunjangan profesi bagi guru non PNS?
Tunjangan profesi guru disesuaikan dengan gaji pokok pada pangkat/golongan PNS. Tunjangan bagi guru non PNS disesuaikan dengan pangkat/golongan PNS setelah melalui proses in-passing sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Setelah guru memperoleh sertifikat pendidik, persyaratan apa lagi yang harus dipenuhi untuk mendapat tunjangan profesi?
Guru yang telah mendapatkan sertifikat profesi berhak untuk mendapatkan tunjangan profesi sebesar satu bulan gaji pokok. Persyaratan guru yang mendapatkan tunjangan adalah sebagai berikut.
a. Guru Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh Pemerintah Daerah yang telah memiliki sertifikat pendidik, nomor registrasi guru profesional dari Departemen Pendidikan Nasional, dan melaksanakan beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam satu minggu berhak atas tunjangan profesi pendidik sebesar satu kali gaji pokok yang dibayarkan melalui Dana Alokasi Umum terhitung mulai bulan Januari pada tahun berikutnya setelah memperoleh sertifikat pendidik.
b. Guru Pegawai negeri Sipil yang diangkat oleh Pemerintah yang telah memeiliki sertifikat pendidik, nomor registrasi guru profesional dari Departemen Pendidikan Nasional, dan melaksanakan beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam satu minggu berhak atas tunjangan profesi pendidik sebesar satu kali gaji pokok yang dibayarkan melalui APBN terhitung mulai bulan Januari pada tahun berikutnya setelah memperoleh sertifikat pendidik.
c. Guru Non Pegawai negeri Sipil yang diangkat oleh badan hukum penyelenggara pendidikan yang telah memiliki sertifikat pendidik, nomor registrasi guru profesional dari Departemen Pendidikan Nasional, dan melaksanakan beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam satu minggu berhak atas tunjangan profesi pendidik sebesar satu kali gaji pokok yang dibayarkan melalui Dana Dekonsentrasi terhitung mulai bulan Januari pada tahun berikutnya setelah memperoleh sertifikat pendidik.
d. Guru yang melaksanakan beban kerja di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada a, b, dan c di atas memperoleh tunjangan profesi setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Pendidikan Nasional atau pejabat yang ditunjuk.
4. Jika lulus sertifikasi, kapan tunjangan profesi diberikan?
Tunjangan profesi diberikan mulai bulan Januari satu tahun setelah sertifikat profesi diberikan.
Tanya Jawab tentang Sertifikasi Guru
1
PENGERTIAN, TUJUAN , MANFAAT, DAN DASAR HUKUM PELAKSANAAN SERTIFIKASI GURU
1. Apa yang dimaksud dengan sertifikasi guru?
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas.
2. Apa yang dimaksud dengan sertifikat pendidik?
Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional.
3. Mengapa disebut sertifikat pendidik bukan sertifikat guru?
Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen disebut sertifikat pendidik. Pendidik yang dimaksud disini adalah guru dan dosen. Proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru disebut sertifikasi guru, dan untuk dosen disebut sertifikasi dosen.
4. Apa tujuan dan manfaat sertifikasi guru?
Sertifikasi guru bertujuan untuk:
a. menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional
b. meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan
c. meningkatkan martabat guru
d. meningkatkan profesionalitas guru
Adapun manfaat sertifikasi guru dapat dirinci sebagai berikut.
a. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru.
b. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional.
c. Meningkatkan kesejahteraan guru
5. Mengapa sertifikasi guru dilakukan?
Guru merupakan sebuah profesi seperti profesi lain: dokter, akuntan, pengacara, sehingga proses pembuktian profesionalitas perlu dilakukan. Seseorang yang akan menjadi akuntan harus mengikuti pendidikan profesi akuntan terlebih dahulu. Begitu pula untuk profesi lainnya termasuk profesi guru.
6. Apa dasar pelaksanaan sertifikasi?
Dasar utama pelaksanaan sertifikasi adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan tanggal 30 Desember 2005.
Pasal yang menyatakannya adalah Pasal 8: guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal lainnya adalah Pasal 11, ayat (1) menyebutkan bahwa sertifikat pendidik sebagaimana dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
Landasan hukum lainnya adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan yang ditetapkan pada tanggal 4 Mei 2007.
7. Apa sertifikasi guru menjamin peningkatan kualitas guru?
Sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk mencapai suatu tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua fihak bahwa sertifikasi adalah sarana untuk menuju kualitas. Kesadaran dan pemahaman ini akan melahirkan aktivitas yang benar, bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk mencapai kualitas.
Kalau seorang guru kembali masuk kampus untuk meningkatkan kualifikasinya, maka belajar kembali ini bertujuan untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, sehingga mendapatkan ijazah S-1. Ijazah S-1 bukan tujuan yang harus dicapai dengan segala cara, termasuk cara yang tidak benar melainkan konsekuensi dari telah belajar dan telah mendapatkan tambahan ilmu dan ketrampilan baru.
Demikian pula kalau guru mengikuti sertifikasi, tujuan utama bukan untuk mendapatkan tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam standar kompetensi guru. Tunjangan profesi adalah konsekuensi logis yang menyertai adanya kemampuan yang dimaksud. Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar untuk menghadapi sertifikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka sertifikasi akan membawa dampak positif, yaitu meningkatnya kualitas guru.
2
PELAKSANA SERTIFIKASI GURU
1. Siapa yang akan melaksanakan sertifikasi guru?
UUGD Pasal 11 ayat (2) dinyatakan bahwa sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan demikian sertifikasi guru diselenggarakan oleh LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
2. Apa persyaratan perguruan tinggi yang dapat melaksanakan sertifikasi guru?
Persyaratan:
a. memiliki program studi pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi sesuai dengan peraturan yang berlaku
b. ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional
Sedangkan komponen utama yang diseleksi menyangkut jumlah program studi kependidikan, peringkat akreditasi Badan Akreditasi Nasional BAN) Perguruan Tinggi tiap program studi kependidikan, Sumber Daya Manusia (SDM) setiap program studi, sarana dan prasarana, laporan Evaluasi Program Studi Berdasarkan Evaluasi Diri (EPSBED) setiap program studi kependidikan, ketaatazasan dalam penyelenggaraan PT.
3. Apakah perguruan tinggi swasta boleh melaksanakan sertifikasi guru?
Tentu saja boleh, asalkan perguruan tinggi tersebut memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan masuk dalam daftar perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
4. Siapa yang berhak memberikan penilaian guru peserta sertifikasi?
Penilaian guru yang mengikuti sertifikasi dilakukan oleh asesor. Yang melakukan seleksi dan menetapkan asesor adalah perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi guru. Tugas asesor adalah menilai kompetensi guru sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan.
5. Apa kriteria asesor?
a. WNI yang berstatus sebagai dosen, widyaiswara, instruktur/guru senior, atau pengawas di lingkungan Dinas Pendidikan yang bersertifikat pendidik.
b. Sehat jasmani dan rohani, sehingga mampu melaksanakan tugas sertifikasi guru.
c. Memiliki komitmen dan sanggup melaksanakan sertifikasi guru secara obyektif.
d. Berpendidikan minimal S2 (ada unsur kependidikan).
e. Berpengalaman mengajar, melatih, atau membimbing guru atau calon guru dalam rentang 5 (lima) tahun terakhir dalam bidang yang sesuai.
6. Siapa yang menunjuk asesor?
Yang menetapkan asesor adalah Rektor perguruan tinggi yang ditunjuk sebagai pelaksana sertifikasi.
7. Guru muatan local, guru TIK, dan guru Kelautan, Pariwisata siapa yang mensertifikasi?
Guru muatan lokal, guru TIK, guru Kelautan, dan Pariwisata disertifikasi oleh LPTK dalam rayon setempat bekerjasama dengan perguruan tinggi lain baik dari dalam rayon maupun di luar rayon, baik LPTK maupun non LPTK yang memiliki kelayakan.
3
PESERTA SERTIFIKASI GURU
1. Siapa saja yang dapat mengikuti sertifikasi guru? Apakah sertifikasi hanya berlaku bagi guru yang mengajar di sekolah negeri?
Semua guru yang memenuhi persyaratan berhak mengikuti sertifikasi, baik guru baik PNS maupun Non-PNS. UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tidak membedakan guru menurut unit organisasinya, terutama berkaitan dengan tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan tunjangan khusus.
2. Apakah guru yang belum mempunyai akta mengajar boleh mengikuti sertifikasi guru?
Semua guru dalam jabatan boleh mengikuti sertifikasi guru asalkan memenuhi persyaratan sertifikasi guru.
3. Apakah guru honorer boleh mengikuti sertifikasi guru?
Guru honorer yang memenuhi kriteria boleh mengikuti sertifikasi guru.
4. Apa definisi guru dalam jabatan?
Guru dalam jabatan adalah guru yang secara resmi telah mengajar pada suatru satuan pendidikan saat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen diberlakukan.
5. Apakah guru yang akan pensiun perlu mengikuti sertifikasi?
Semua guru yang belum pensiun berhak mengikuti sertifikasi.
6. Guru agama yang bertugas di sekolah binaan Depdiknas, siapa yang mensertifikasi?
Sertifikasi guru agama baik yang diangkat Depdiknas, Depag, maupun Pemda dilakukan oleh Depag.
7. Guru BP apakah juga dapat dimasukkkan dalam kuota?
Guru BP dapat dimasukkan dalam kuota, sementara itu instrumennya akan disiapkan.
8. Jika guru sudah pernah mengikuti uji kompetensi yang dilakukan oleh propinsi, apakah masih harus mengikuti sertifikasi guru?
Uji sertifikasi yang dilakukan oleh provinsi memiliki tujuan yang berbeda dengan sertifikasi guru sebagai amanat UU Guru dan Dosen, oleh kerena itu guru harus mengikutinya dan hasil uji kompetensi yang pernah diikuti dilampirkan dalam portofolio.
9. Apakah guru kejuruan yang sdh mendapatkan sertifikat profesi dari LSP masih harus mengikuti sertifikasi guru?
Guru SMK yang sudah memiliki sertifikat profesi dari LSP harus mengkuti sertifikasi dan hasil sertifikasi dari LSP dilampirkan dalam portofolio.
4
KRITERIA, PERSYARATAN , DAN REKRUTMEN PESERTA SERTIFIKASI GURU
1. Apa kriteria yang harus dimiliki oleh seorang guru agar dapat mengikuti sertifikasi?
Guru yang dapat mengikuti sertifikasi adalah guru yang telah memenuhi persyaratan utama yaitu memiliki ijasah akademik atau kualifikasi akademik minimal S-1 atau D4.
2. Banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidangnya (mismatch), yaitu guru yang mengajar mata pelajaran yang berbeda dengan bidang keahliannya, misalnya sarjana jurusan pendidikan biologi tetapi mengajar mata pelajaran matematika. Bagaimana mereka disertifikasi?
Sertifikasi bagi guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang keahliannya dapat memilih proses sertifikasi berbasis pada ijazah S1/D4 yang dimiliki, atau memilih proses sertifikasi berbasis bidang studi yang diajarkan.
Jalur sertifikasi mana yang akan dipilih oleh guru, sepenuhnya diserahkan guru yang bersangkutan dengan segala konsekuensinya.
3. Apa yang harus dipersiapkan seorang guru dalam mengikuti sertifikasi?
Bagi guru yang belum memiliki ijasah S1/D4 wajib menyelesaikan dahulu kuliah S1/D4 sampai yang bersangkutan memperoleh ijasah S1/D4. Program studi yang diambil harus sesuai dengan mata pelajaran yang diampu atau sesuai dengan program studi yang dimiliki sebelumnya. Sambil menyelesaikan studinya, guru dapat mengumpulkan portofolio.
Bagi guru yang sudah S1/D4 mempersiapkan diri dengan mengumpulkan portofolio yang merekam jejak profesionalitas guru selama mengabdikan diri sebagai guru.
Disamping itu, sambil menunggu kesempatan mengikuti sertifikasi, guru meningkatkan profesionalitasnya dengan melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan dan melakukan inovasi-inovasi pembelajaran di sekolah.
4. Bagaimana caranya agar guru bisa mengikuti sertifikasi?
Guru calon peserta sertifikasi yang memenuhi kriteria kualifikasi bisa mendaftarkan diri ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk dimasukkan dalam daftar calon peserta sertifikasi. Dinas Kabupaten/Kota menyusun daftar prioritas guru berdasarkan urutan kriteria yang telah ditetapkan. Guru mencari informasi ke Dinas Kabupaten/ Kota.
5. Bagaimana mekanisme rekrutmen calon peserta sertifikasi guru ?
Proses rekrutmen peserta sertifikasi mengikuti alur sebagai berikut:
a. Dinas Kabupaten/Kota menyusun daftar panjang guru yang memenuhi persyaratan sertifikasi.
b. Dinas Kabupaten/Kota melakukan rangking calon peserta kualifikasi dengan urutan kriteria sebagai berikut:
- masa kerja
- usia
- golongan (bagi PNS)
- beban mengajar
- tugas tambahan
- prestasi kerja
c. Dinas Kabupaten/Kota menetapkan peserta sertifikasi sesuai dengan kuota dari Ditjen PMPTK dan mengumumkan daftar peserta sertifikasi tersebut kepada guru melalui forum-forum atau papan pengumuman di Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
6. Bagaimana cara mengukur masa kerja?
Masa kerja dihitung selama seseorang menjadi guru. Bagi guru PNS masa kerja dihitung mulai dari diterbitkannya surat keterangan melaksanakan tugas berdasarkan SK CPNS. Bagi guru non PNS masa kerja dihitung selama guru mengajar yang dibuktikan dengan Surat Keputusan dari Sekolah berdasarkan surat pengangkatan dari yayasan.
7. Berapakah jam wajib mengajar guru ?
Menurut UUGD dan Permendiknas jumlah jam wajib mengajar guru adalah 24 jam tatap muka.
8. Bagaimana kalau guru tersebut tidak dapat memenuhi jumlah jam wajib mengajar, misalnya untuk guru bahasa asing selain bahasa Inggris, atau guru di daerah terpencil ?
Untuk memenuhi jumlah wajib mengajar, maka seorang guru dapat melakukan:
- mengajar di sekolah lain yang memiliki ijin operasional Pemerintah atau Pemerintah Daerah
- melakukan Team Teaching (dengan mengikuti kaidah-kaidah team teaching)
Bagi guru dengan alasan tertentu sama sekali tidak dapat memenuhi kewajiban mengajar 24 jam misalnya guru yang mengajar di daerah terpencil, maka seperti dalam Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 pasal 6 ayat (4), guru tersebut harus mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Pendidikan Nasional atau pejabat yang ditunjuk.
9. Apakah kepala sekolah juga harus disertifikasi ?
Kepala sekolah dan wakil kepala sekolah juga harus mengikuti sertifikasi. Kewajiban mengajar kepala sekolah adalah 6 jam tatap muka dan wakil kepala sekolah 12 jam tatap muka. Idealnya kepala sekolah dan wakil kepala sekolah harus memperoleh sertifikat pendidik lebih dahulu, agar jadi contoh yang baik bagi guru yang lain.
10. Pada tahun 2007 kuota non PNS tetap 25%, padahal banyak guru non PNS yang masa kerjanya masih sedikit masuk dalam kuota. Hal ini menimbulkan iri pada guru PNS yang masa kerjanya lebih lama.
Kuota guru non PNS tetap 25% karena sudah merupakan kesepakatan dengan BMPS sebagai bagian dari bentuk perhatian kepada guru non PNS, namun guru non PNS yang mengikuti sertifikasi harus memenuhi persyaratan masa kerja minimal 2 tahun.
5
PROSEDUR DAN MEKANISME SERTIFIKASI GURU
1. Bagaimana mekanisme pelaksanaan sertifikasi guru?
Ada dua macam pelaksanaan sertifikasi guru, yaitu:
a. melalui penilaian portofolio bagi guru dalam jabatan, dan
b. melalui pendidikan profesi bagi calon guru
Sertifikasi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui penilaian portofolio. Penilaian portofolio tersebut merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:
a. kualifikasi akademik;
b. pendidikan dan pelatihan;
c. pengalaman mengajar;
d. perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran;
e. penilaian dari atasan dan pengawas;
f. prestasi akademik;
g. karya pengembangan profesi;
h. keikutsertaan dalam forum ilmiah;
i. pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan
j. penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Guru yang memiliki nilai portofolio di atas batas minimal dinyatakan lulus penilaian portofolio dan berhak menerima sertifikat pendidik.
Namun, guru yang hasil penilaian portofolionya memperoleh nilai kurang sedikit dari batas minimal diberi kesempatan untuk melengkapi portofolio. Setelah lengkap guru dinyatakan lulus dan berhak menerima sertifikat pendidik.
Bagi guru yang memperoleh nilai jauh di bawah batas minimal lulus wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) profesi guru yang akan dilaksanakan oleh perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Pada akhir diklat profesi guru, dilakukan ujian dengan materi uji mencakup 4 kompetensi guru.
Bagi guru yang lulus ujian berhak menerima sertifikat pendidik, dan guru yang belum lulus diberi kesempatan untuk mengulang materi diklat yang belum lulus sebanyak 2 kali kesempatan.
2. Apa yang dimaksud dengan portofolio?
Portofolio adalah bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai dalam menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu. Jadi portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan rekam jejak profesionalitas guru selama mengajar yang mencakup 10 jenis seperti pada pertanyaan nomor 1 di atas.
3. Sebagai peserta sertifikasi, apa yang harus dilakukan guru dengan portofolio yang dimiliki ?
Portofolio yang sudah didokumentasikan guru dirangkum dalam suatu format Instrumen portofolio. Instrumen tersebut sudah disiapkan dan akan didistribusikan kepada guru melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Instrumen portofolio diisi guru dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan perjalanan profesionalitas guru dan dilampiri dengan bukti fisik yang telah disahkan keasliannya.
4. Siapa yang mengesahkan dokumen portofolio?
Dokumen portofolio disahkan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah tempat guru mengajar. Untuk Kepala Sekolah berkas portofolio disahkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau pejabat lain yang ditunjuk.
5. Bagaimana kalau semua dokumen portofolio hilang atau rusak?
Karena penilaian portofolio berdasarkan dokumen yang diterima, maka harus ada bukti yang dilampirkan. Apabila dokumen tersebut hilang, maka guru harus mencari bukti lain dari sumber yang mengeluarkan dokumen tersebut.
Dokumen yang rusak dapat difotokopi dan disahkan oleh lembaga yang mengeluarkan dokumen tersebut atau pejabat yang ditunjuk.
6. Apakah penilaian portofolio sama dengan penilaian angka kredit jabatan fungsional untuk kenaikan pangkat guru?
Ada hal-hal yang sama, ada juga yang berbeda seperti skala penilaian dan bobot untuk masing-masing komponen berbeda dengan penilaian angka kredit jabatan.
7. Apakah setiap komponen yang mendeskripsikan profesionalitas guru itu harus ada. Kalau salah satu tidak ada, tapi dipenuhi dengan komponen lainnya, bagaimana ?
Seorang guru yang profesional harus memenuhi seluruh komponen yang disebutkan di point 1 (Prosedur dan Mekanisme Sertifikasi Guru) di atas. Komponen kualifikasi akademik; pendidikan dan pelatihan; pengalaman mengajar; perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; dan penilaian dari atasan dan pengawas merupakan komponen yang utama dalam sertifikasi. Jadi semua komponen harus dipenuhi.
8. Apa yang dimaksud dengan pendidikan dan pelatihan profesi guru?
Pendidikan dan pelatihan profesi guru (Diklat Profesi Guru/DPG) merupakan program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki otoritas untuk melaksanakan sertifikasi guru bagi peserta sertifikasi yang belum lulus penilaian portofolio.
9. Pada akhir pendidikan dan pelatihan profesi guru, peserta sertifikasi harus mengikuti ujian, apa yang diujikan ?
Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan profesi guru diakhiri dengan ujian yang mencakup kompetensi guru dibidang pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional
10. Apa yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik?
Kompetensi pedagogik meliputi:
a. pemahaman terhadap peserta didik, dengan indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif dan kepribadian dan mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik
b. perancangan pembelajaran, dengan indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih
c. pelaksanaan pembelajaran dengan indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
d. perancangan dan pelaksanaan evaluasi hasil belajar, dengan indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assesment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum
e. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya, dengan indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
11. Apa yang dimaksud dengan kompetensi profesional?
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya.
Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antarmata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah-langkah pene-litian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
Banyak ahli pendidikan yang memberikan koreksi seharusnya lebih cocok digunakan istilah kompetensi akademik. Kompetensi professional adalah untuk keempat kompetensi guru tersebut di atas.
12. Apa yang dimaksud dengan kompetensi sosial?
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
13. Apa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian?
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
14. Bagaimana proses pengumuman sertifikasi guru?
Hasil penilaian portofolio dan diklat profesi guru oleh Rayon LPTK dikirimkan ke Panitia Sertifikasi Tingkat Kabupaten/Kota untuk diinformasikan ke guru peserta sertifikasi.
15. Apakah guru boleh mendapatkan sertifikat lebih dari satu?
Seseorang dapat memperoleh lebih dari satu sertifikat pendidik, namun hanya dengan satu nomor registrasi dari Departemen Pendidikan Nasional.
16. Apa yang akan dilakukan seorang guru setelah memperoleh sertifikat pendidik?
Guru yang telah memiliki sertifikat pendidik harus terus melakukan peningkatan kompetensinya melalui berbagai kegiatan untuk meningkatkan profesionalitas guru berkelanjutan (continous professioal development). Hal ini harus berlangsung secara berkesinambungan, karena prinsip mendasar adalah guru harus merupakan a learning person, belajar sepanjang hayat masih dikandung badan. Sebagai guru profesional dan telah menyandang sertifikat pendidik, guru berkewajiban untuk terus mempertahankan profesionalitasnya sebagai guru.
Pembinaan profesi guru secara terus menerus (continuous professional development) menggunakan wadah guru yang sudah ada, yaitu kelompok kerja guru (KKG) untuk tingkat SD dan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) untuk tingkat sekolah menengah di P4TK, di perguruan tinggi dan di tempat lain yang merupakan wahana pemeliharaan dan peningkatan kompetensi.
Aktifitas guru di KKG/MGMP tidak saja untuk menyelesaikan persoalan pengajaran yang dialami guru dan berbagi pengalaman mengajar antar guru, tetapi juga untuk mengembangkan kontak akademik dan melakukan refleksi diri.
17. Siapa pemberi sertifikat ?
Yang memberi sertifikat adalah Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan sertifikasi guru.
18. Berapa lama berlakunya sertifikat pendidik ?
Sertifikat pendidik yang diperoleh guru berlaku sepanjang yang bersangkutan melaksanakan tugas sebagai guru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
19. Apa saja kewajiban guru sebagai tenaga profesional?
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
20. Bolehkah seorang guru memiliki lebih dari satu sertifikat pendidik?
Boleh, jika ada kesempatan. Namun nomor registrasi dan tunjangan profesinya hanya 1.
21. Jika tidak lulus ujian diklat profesi, apa yang harus dilakukan seorang guru ?
Guru yang yang tidak lulus ujian diklat profesi harus meningkatkan kompetensinya melalui belajar mandiri, pertemuan MGMP, atau pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas, PMPTK, atau lembaga lain (remedial program). Setelah siap maka guru diberi kesempatan dua kali untuk ujian ulangan.
22. Apa fungsi Pengawas dalam sertifikasi guru?
Bersama dengan kepala sekolah, Pengawas berperan sebagai evaluator atau penilai bagi guru dalam hal melaksanakan pembelajaran, kompetensi kepribadian, dan sosial dengan menggunakan format yang telah disiapkan.
23. Penilaian atasan dan pengawas, bolehkah kepala sekolah saja atau harus keduanya?
Instrumen penilaian dari atasan dan pengawas harus diisi oleh keduanya dalam satu format instrumen.
24. Apa peran LPMP dan P4TK dalam sertifikasi guru?
Peran LPMP dan P4TK dalam sertifikasi guru:
1) menjadi salah satu sumber informasi sertifikasi guru,
2) melakukan sosialisasi sertifikasi kepada guru,
3) LPMP mengolah data peserta dan menganalisis hasil sertifikasi guru sebagai bahan kebijakan pembinaan guru pasca sertifikasi,
4) P4TK melakukan pembinaan guru pasca sertifikasi,
5) Widyaiswara pada LPMP dan P4TK yang memenuhi persyaratan dapat mendaftarkan sebagai asesor di LPTK setempat yang ditetapkan menyelenggarakan sertifikasi.
6
DANA SERTIFIKASI GURU
1. Dari mana sumber dana dialokasikan untuk sertifikasi guru?
Sertifikasi guru dianggarkan melalui dana APBN, APBD dan sumber lain yang sah.
2. Apa kewajiban Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan sertifikasi guru?
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota bertanggung jawab terhadap penetapan peserta sertifikasi guru setiap tahun. Untuk itu Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota harus membentuk Panitia Pelaksanaan Sertifikasi Guru.
Tugas Panitia Sertifikasi Guru adalah:
a. Mengikuti sosialisasi sertifikasi di Pusat dan atau di Propinsi
b. Menentukan urutan prioritas peserta sertifikasi berdasarkan kriteria yang berlaku sesuai dengan kuota Kabupaten/kota
c. Membuat SK penetapan peserta sertifikasi
d. Melakukan sosialisasi pelaksanaan sertifikasi kepada guru
e. Menyerahkan kepada peserta sertifikasi berkas-berkas sebagai berikut:
1) Formulir pendaftaran
2) Nomor peserta/nomor kuota
3) Panduan pengisian instrument portofolio
4) Instrumen portofolio
5) Instrumen Penilaian Atasan
f. Mengumpulkan dari guru peserta sertifikasi berkas :
1) Formulir pendaftaran
2) Instrumen portofolio yang sudah diisi
3) Bukti fisik yang mendukung instrument portofolio
g. Mengecek kelengkapan data/berkas peserta
h. Mengirim berkas ke LPTK penyelenggara sertifikasi yang ditunjuk Pemerintah
i. Mengumumkan hasil penilaian dari LPTK kepada guru peserta sertifikasi
j. Mengumpulkan kelengkapan berkas portofolio bagi guru yang belum lulus atau belum lengkap portofolionya
k. Membantu remidiasi bagi guru yang belum lulus ujian diklat pendidikan profesi
l. Memfasilitasi guru yang belum lulus diklat profesi untuk mengikuti ujian ulang diklat profesi.
3. Bolehkah guru atau institusi membiayai sendiri untuk melaksanakan sertifikasi?
Boleh, sepanjang masih dalam jumlah kuota kabupaten/kota atau provinsi yang ditetapkan oleh Mendiknas.
Sertifikasi guru dalam jabatan merupakan program Pemerintah yang didasarkan pada rencana tahunan yang ditetapkan oleh Mendiknas. Oleh karena itu, tidak diperkenankan ada tambahan peserta di luar dari rencana tahunan yang sudah ditetapkan.
4. Berapa lama tenggang waktu yang disediakan bagi guru untuk memiliki sertifikat pendidik sehubungan dengan berlakunya UUGD ?
Semua guru harus sudah memiliki sertifikat pendidik selama 10 tahun setelah UUGD disahkan. Berarti tahun 2015 proses sertifikasi guru dalam jabatan harus sudah selesai.
7. Siapa yang akan memonitor guru yang lulus sertifikasi sehingga kinerjanya tidak menurun setelah diberi tunjangan?
Guru harus dapat mempertahankan kompetensinya sebagai profesi guru setelah mendapat sertifikat guru. Kepala Sekolah dan Pengawas yang akan memantau kinerja guru setelah mendapat sertifikasi guru.
8. Tahun 2007 ini dana untuk penggandaan dokumen dan sosialisasi belum tersedia di dinas pendidikan provinsi dan dinas pendidikan kabupaten/kota.
Dana untuk penggandaan dokumen dan untuk sosialisasi disiapkan oleh kabupaten/kota, untuk itu Ditjen PMPTK akan mengirimkan surat kepada Bupati/Walikota untuk membantu menyediakan anggaran untuk sertifikasi guru.
7
TUNJANGAN PROFESI
1. Hak apa yang akan diterima oleh guru setelah memperoleh sertifikat pendidik ?
Dalam pasal 15 ayat (1) UUGD dinyatakan bahwa pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Ayat (2) menyatakan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
Ayat (3): Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Ayat (4): Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. Apa dasar untuk menentukan jumlah tunjangan profesi bagi guru non PNS?
Tunjangan profesi guru disesuaikan dengan gaji pokok pada pangkat/golongan PNS. Tunjangan bagi guru non PNS disesuaikan dengan pangkat/golongan PNS setelah melalui proses in-passing sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Setelah guru memperoleh sertifikat pendidik, persyaratan apa lagi yang harus dipenuhi untuk mendapat tunjangan profesi?
Guru yang telah mendapatkan sertifikat profesi berhak untuk mendapatkan tunjangan profesi sebesar satu bulan gaji pokok. Persyaratan guru yang mendapatkan tunjangan adalah sebagai berikut.
a. Guru Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh Pemerintah Daerah yang telah memiliki sertifikat pendidik, nomor registrasi guru profesional dari Departemen Pendidikan Nasional, dan melaksanakan beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam satu minggu berhak atas tunjangan profesi pendidik sebesar satu kali gaji pokok yang dibayarkan melalui Dana Alokasi Umum terhitung mulai bulan Januari pada tahun berikutnya setelah memperoleh sertifikat pendidik.
b. Guru Pegawai negeri Sipil yang diangkat oleh Pemerintah yang telah memeiliki sertifikat pendidik, nomor registrasi guru profesional dari Departemen Pendidikan Nasional, dan melaksanakan beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam satu minggu berhak atas tunjangan profesi pendidik sebesar satu kali gaji pokok yang dibayarkan melalui APBN terhitung mulai bulan Januari pada tahun berikutnya setelah memperoleh sertifikat pendidik.
c. Guru Non Pegawai negeri Sipil yang diangkat oleh badan hukum penyelenggara pendidikan yang telah memiliki sertifikat pendidik, nomor registrasi guru profesional dari Departemen Pendidikan Nasional, dan melaksanakan beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam satu minggu berhak atas tunjangan profesi pendidik sebesar satu kali gaji pokok yang dibayarkan melalui Dana Dekonsentrasi terhitung mulai bulan Januari pada tahun berikutnya setelah memperoleh sertifikat pendidik.
d. Guru yang melaksanakan beban kerja di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada a, b, dan c di atas memperoleh tunjangan profesi setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Pendidikan Nasional atau pejabat yang ditunjuk.
4. Jika lulus sertifikasi, kapan tunjangan profesi diberikan?
Tunjangan profesi diberikan mulai bulan Januari satu tahun setelah sertifikat profesi diberikan.
Saturday, September 8, 2007
MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU
MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU
BERBASIS SEKOLAH
Sebuah pendekatan baru dalam pengelolaan sekolah
untuk peningkatan mutu
Oleh
Drs. Umaedi, M.Ed
Pendahuluan
1. Latar BelakangPerkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut.
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas pendidikan. Salah satu indikator kekurang berhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan NEM siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SLTP dan SLTA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.
Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
Diskusi tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan..Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas - batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan (school resources are necessary but not sufficient condition to improve student achievement). Disamping itu mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya. Walaupun demikian, agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati secara secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut (adanya benchmarking). Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang harus berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan. Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (School Based Quality Management) atau dalam nuansa yang lebih bersifat pembangunan (developmental) disebut School Based Quality Improvement.
Konsep yang menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan tanggung jawabnya masing - masing ini, berkembang didasarkan kepada suatu keinginan pemberian kemandirian kepada sekolah untuk ikut terlibat secara aktif dan dinamis dalam rangka proses peningkatan kualitas pendidikan melalui pengelolaan sumber daya sekolah yang ada. Sekolah harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami kindisi lingkunganya (kelebihan dan kekurangannya) untuk kemudian melaui proses perencanaan, sekolah harus memformulasikannya ke dalam kebijakan mikro dalam bentuk program - program prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan sesuai dengan visi dan misinya masing - masing. Sekolah harus menentukan target mutu untuk tahun berikutnya. Dengan demikian sekolah secara mendiri tetapi masih dalam kerangka acuan kebijakan nasional dan ditunjang dengan penyediaan input yang memadai, memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dan masyarakat.
2. TujuanKonsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini ditulis dengan tujuan;
- Mensosialisasikan konsep dasar manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah khususnya kepada masyarakat.
- Memperoleh masukan agar konsep manajemen ini dapat diimplentasikan dengan mudah dan sesuai dengan kondisi lingkungan Indonesia yang memiliki keragaman kultural, sosio-ekonomi masyarakat dan kompleksitas geografisnya.
- Menambah wawasan pengetahuan masyarakat khususnya masyarakat sekolah dan individu yang peduli terhadap pendidikan, khususnya peningkatan mutu pendidikan.
- Memotivasi masyarakat sekolah untuk terlibat dan berpikir mengenai peningkatan mutu pendidikan/pada sekolah masing - masing.
- Menggalang kesadaran masyarakat sekolah untuk ikut serta secara aktif dan dinamis dalam mensukseskan peningkatan mutu pendidikan.
- Memotivasi timbulnya pemikiran - pemikiran baru dalam mensukseskan pembangunan pendidikan dari individu dan masyarakat sekolah yang berada di garis paling depan dalam proses pembangunan tersebut.
- Menggalang kesadaran bahwa peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua komponen masyarakat, dengan fokus peningkatan mutu yang berkelanjutan (terus menerus) pada tataran sekolah.
- Mempertajam wawasan bahwa mutu pendidikan pada tiap sekolah harus dirumuskan dengan jelas dan dengan target mutu yang harus dicapai setiap tahun. 5 tahun,dst,sehingga tercapai misi sekolah kedepan.
Pengertian Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah.
Bervariasinya kebutuhan siswa akan belajar, beragamnya kebutuhan guru dan staf lain dalam pengembangan profesionalnya, berbedanya lingkungan sekolah satu dengan lainnya dan ditambah dengan harapan orang tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu bagi anak dan tuntutan dunia usaha untuk memperoleh tenaga bermutu, berdampak kepada keharusan bagi setiap individu terutama pimpinan kelompok harus mampu merespon dan mengapresiasikan kondisi tersebut di dalam proses pengambilan keputusan. Ini memberi keyakinan bahwa di dalam proses pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu pendidikan mungkin dapat dipergunakan berbagai teori, perspektif dan kerangka acuan (framework) dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat terutama yang memiliki kepedulian kepada pendidikan. Karena sekolah berada pada pada bagian terdepan dari pada proses pendidikan, maka diskusi ini memberi konsekwensi bahwa sekolah harus menjadi bagian utama di dalam proses pembuatan keputusan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Sementara, masyarakat dituntut partisipasinya agar lebih memahami pendidikan, sedangkan pemerintah pusat berperan sebagai pendukung dalam hal menentukan kerangka dasar kebijakan pendidikan.
Strategi ini berbeda dengan konsep mengenai pengelolaan sekolah yang selama ini kita kenal. Dalam sistem lama, birokrasi pusat sangat mendominasi proses pengambilan atau pembuatan keputusan pendidikan, yang bukan hanya kebijakan bersifat makro saja tetapi lebih jauh kepada hal-hal yang bersifat mikro; Sementara sekolah cenderung hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, lingkungan Sekolah, dan harapan orang tua. Pengalaman menunjukkan bahwa sistem lama seringkali menimbulkan kontradiksi antara apa yang menjadi kebutuhan sekolah dengan kebijakan yang harus dilaksanakan di dalam proses peningkatan mutu pendidikan. Fenomena pemberian kemandirian kepada sekolah ini memperlihatkan suatu perubahan cara berpikir dari yang bersifat rasional, normatif dan pendekatan preskriptif di dalam pengambilan keputusan pandidikan kepada suatu kesadaran akan kompleksnya pengambilan keputusan di dalam sistem pendidikan dan organisasi yang mungkin tidak dapat diapresiasiakan secara utuh oleh birokrat pusat. Hal inilah yang kemudian mendorong munculnya pemikiran untuk beralih kepada konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah sebagai pendekatan baru di Indonesia, yang merupakan bagian dari desentralisasi pendidikan yang tengah dikembangkan.
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Konsep ini diperkenalkan oleh teori effective school yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan (Edmond, 1979). Beberapa indikator yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini antara lain sebagai berikut; (i) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (ii) sekolah memilki misi dan target mutu yang ingin dicapai, (iii) sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, (iv) adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk berprestasi, (v) adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK, (vi) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/perbaikan mutu, dan (vii) adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid/masyarakat. Pengembangan konsep manajemen ini didesain untuk meningkatkan kemampuan sekolah dan masyarakat dalam mengelola perubahan pendidikan kaitannya dengan tujuan keseluruhan, kebijakan, strategi perencanaan, inisiatif kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah dan otoritas pendidikan. Pendidikan ini menuntut adanya perubahan sikap dan tingkah laku seluruh komponen sekolah; kepala sekolah, guru dan tenaga/staf administrasi termasuk orang tua dan masyarakat dalam memandang, memahami, membantu sekaligus sebagai pemantau yang melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan sekolah yang bersangkutan dengan didukung oleh pengelolaan sistem informasi yang presentatif dan valid. Akhir dari semua itu ditujukan kepada keberhasilan sekolah untuk menyiapkan pendidikan yang berkualitas/bermutu bagi masyarakat.
Dalam pengimplementasian konsep ini, sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan administrasi, keuangan dan fungsi setiap personel sekolah di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Bersama - sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah harus membuat keputusan, mengatur skala prioritas disamping harus menyediakan lingkungan kerja yang lebih profesional bagi guru, dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta keyakinan masyarakat tentang sekolah/pendidikan. Kepala sekolah harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat sekolah dan secara profesional harus terlibat dalam setiap proses perubahan di sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip pengelolaan kualitas total dengan menciptakan kompetisi dan penghargaan di dalam sekolah itu sendiri maupun sekolah lain. Ada empat hal yang terkait dengan prinsip - prinsip pengelolaan kualitas total yaitu; (i) perhatian harus ditekankan kepada proses dengan terus - menerus mengumandangkan peningkatan mutu, (ii) kualitas/mutu harus ditentukan oleh pengguna jasa sekolah, (iii) prestasi harus diperoleh melalui pemahaman visi bukan dengan pemaksaan aturan, (iv) sekolah harus menghasilkan siswa yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap arief bijaksana, karakter, dan memiliki kematangan emosional. Sistem kompetisi tersebut akan mendorong sekolah untuk terus meningkatkan diri, sedangkan penghargaan akan dapat memberikan motivasi dan meningkatkan kepercayaan diri setiap personel sekolah, khususnya siswa. Jadi sekolah harus mengontrol semua semberdaya termasuk sumber daya manusia yang ada, dan lebih lanjut harus menggunakan secara lebih efisien sumber daya tersebut untuk hal - hal yang bermanfaat bagi peningkatan mutu khususnya. Sementara itu, kebijakan makro yang dirumuskan oleh pemerintah atau otoritas pendidikan lainnya masih diperlukan dalam rangka menjamin tujuan - tujuan yang bersifat nasional dan akuntabilitas yang berlingkup nasional.
Pengertian mutuDalam rangka umum mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam "proses pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran. Mutu dalam konteks "hasil pendidikan" mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta atau Ebtanas). Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya : komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dsb.
Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil (ouput) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu-hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab sekolah dalam school based quality improvement bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai . Untuk mengetahui hasil/prestasi yang dicapai oleh sekolah ' terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik atau "kognitif" dapat dilakukan benchmarking (menggunakan titik acuan standar, misalnya :NEM oleh PKG atau MGMP). Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan pada tiap sekolah baik yang sudah ada patokannya (benchmarking) maupun yang lain (kegiatan ekstra-kurikuler) dilakukan oleh individu sekolah sebagai evaluasi diri dan dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ini RAPBS harus merupakan penjabaran dari target mutu yang ingin dicapai dan skenario bagaimana mencapainya.
Kerangka kerja dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolahDalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini diharapkan sekolah dapat bekerja dalam koridor - koridor tertentu antara lain sebagai berikut ;
Sumber daya; sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk : (i) memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (iii) pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.
Pertanggung-jawaban (accountability); sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan orang tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban (accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap sekolah harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan mengkomunikasikannya kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.
Kurikulum; berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi (content) dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap siswa, sekolah harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan lapisan otak serta menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini yaitu;
- pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa.
- bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sumber daya yang ada.
- pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah.
Untuk melihat progres pencapain kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan.
Personil sekolah; sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya). Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka pembangunan kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Untuk itu birokrasi di luar sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung. Dalam konteks ini pengembangan profesioanl harus menunjang peningkatan mutu dan pengharhaan terhadap prestasi perlu dikembangkan. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengkontrol sumber daya manusia, fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya pengangkatan tenaga honorer untuk keterampilan yang khas, atau muatan lokal. Demikian pula mengirim guru untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat.
Konsekwensi logis dari itu, sekolah harus diperkenankan untuk:- mengembangkan perencanaan pendidikan dan prioritasnya didalam kerangka acuan yang dibuat oleh pemerintah.
- Memonitor dan mengevaluasi setiap kemajuan yang telah dicapai dan menentukan apakah tujuannya telah sesuai kebutuhan untuk peningkatan mutu.
- Menyajikan laporan terhadap hasil dan performannya kepada masyarakat dan pemerintah sebagai konsumen dari layanan pendidikan (pertanggung jawaban kepada stake-holders).
Uraian tersebut di atas memberikan wawasan pemahaman kepada kita bahwa tanggung jawab peningkatan kualitas pendidikan secara mikro telah bergeser dari birokrasi pusat ke unit pengelola yang lebih dasar yaitu sekolah. Dengan kata lain, didalam masyarakat yang komplek seperti sekarang dimana berbagai perubahan yang telah membawa kepada perubahan tata nilai yang bervariasi dan harapan yang lebih besar terhadap pendidikan terjadi begitu cepat, maka diyakini akan disadari bahwa kewenangan pusat tidak lagi secara tepat dan cepat dapat merespon perubahan keinginan masyarakat tersebut.
Kondisi ini telah membawa kepada suatu kesadaran bahwa hanya sekolah yang sekolah yang dikelola secara efektiflah (dengan manajemen yang berbasis sekolah) yang akan mampu merespon aspirasi masyarakat secara tepat dan cepat dalam hal mutu pendidikan.
Institusi pusat memiliki peran yang penting, tetapi harus mulai dibatasi dalam hal yang berhubungan dengan membangun suatu visi dari sistem pendidikan secara keseluruhan, harapan dan standar bagi siswa untuk belajar dan menyediakan dukungan komponen pendidikan yang relatif baku atau standar minimal. Konsep ini menempatkan pemerintah dan otorits pendiidikan lainnya memiliki tanggung jawab untuk menentukan kunci dasar tujuan dan kebijakan pendidikan dan memberdayakan secara bersama-sama sekolah dan masyarakat untuk bekerja di dalam kerangka acuan tujuan dan kebijakan pendidikan yang telah dirumuskan secara nasional dalam rangka menyajikan sebuah proses pengelolaan pendidikan yang secara spesifik sesuai untuk setiap komunitas masyarakat.
Jelaslah bahwa konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini membawa isu desentralisasi dalam manajemen (pengelolaan) pendidikan dimana birokrasi pusat bukan lagi sebagai penentu semua kebijakan makro maupun mikro, tetapi hanya berperan sebagai penentu kebijakan makro, prioritas pembangunan, dan standar secara keseluruhan melalui sistem monitoring dan pengendalian mutu. Konsep ini sebenarnya lebih memfokuskan diri kepada tanggung jawab individu sekolah dan masyarakat pendukungnya untuk merancang mutu yang diinginkan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasilnya, dan secara terus menerus mnyempurnakan dirinya. Semua upaya dalam pengimplementasian manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini harus berakhir kepada peningkatan mutu siswa (lulusan).
Sementara itu pendanaan walaupun dianggap penting dalam perspektif proses perencanaan dimana tujuan ditentukan, kebutuhan diindentifikasikan, kebijakan diformulasikan dan prioritas ditentukan, serta sumber daya dialokasikan, tetapi fokus perubahan kepada bentuk pengelolaan yang mengekspresikan diri secara benar kepada tujuan akhir yaitu mutu pendidikan dimana berbagai kebutuhan siswa untuk belajar terpenuhi. Untuk itu dengan memperhatikan kondisi geografik dan sosiekonomik masyarakat, maka sumber daya dialokasikan dan didistribusikan kepada sekolah dan pemanfaatannya dipercayakan kepada sekolah sesuai dengan perencanaan dan prioritas yang telah ditentukan oleh sekolah tersebut dan dengan dukungan masyarakat. Pedoman pelaksanaan peningkatan mutu kalaupun ada hanya bersifat umum yang memberikan rambu-rambu mengenai apa-apa yang boleh/tidak boleh dilakukan.
Secara singkat dapat ditegaskan bahwa akhir dari itu semua bermuara kepada mutu pendidikan. Oleh karena itu sekolah-sekolah harus berjuang untuk menjadi pusat mutu (center for excellence) dan ini mendorong masing-masing sekolah agar dapat menentukan visi dan misi nya utnuk mempersiapkan dan memenuhi kebutuhan masa depan siswanya.
Strategi pelaksanan di tingkat sekolahDalam rangka mengimplementasikan konsep manajemen peningkatan mutu yang berbasis sekolah ini, maka melalui partisipasi aktif dan dinamis dari orang tua, siswa, guru dan staf lainnya termasuk institusi yang memliki kepedulian terhadap pendidikan sekolah harus melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut :
- Penyusunan basis data dan profil sekolah lebih presentatif, akurat, valid dan secara sistimatis menyangkut berbagai aspek akademis, administratif (siswa, guru, staf), dan keuangan.
- Melakukan evaluasi diri (self assesment) utnuk menganalisa kekuatan dan kelemahan mengenai sumber daya sekolah, personil sekolah, kinerja dalam mengembangkan dan mencapai target kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai siswa berkaitan dengan aspek-aspek intelektual dan keterampilan, maupun aspek lainnya.
- Berdasarkan analisis tersebut sekolah harus mengidentifikasikan kebutuhan sekolah dan merumuskan visi, misi, dan tujuan dalam rangka menyajikan pendidikan yang berkualitas bagi siswanya sesuai dengan konsep pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai. Hal penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan identifikasi kebutuhan dan perumusan visi, misi dan tujuan adalah bagaimana siswa belajar, penyediaan sumber daya dan pengeloaan kurikulum termasuk indikator pencapaian peningkatan mutu tersebut.
- Berangkat dari visi, misi dan tujuan peningkatan mutu tersebut sekolah bersama-sama dengan masyarakatnya merencanakan dan menyusun program jangka panjang atau jangka pendek (tahunan termasuk anggarannnya. Program tersebut memuat sejumlah program aktivitas yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan nasional yang telah ditetapkan dan harus memperhitungkan kunci pokok dari strategi perencanaan tahun itu dan tahun-tahun yang akan datang. Perencanaan program sekolah ini harus mencakup indikator atau target mutu apa yang akan dicapai dalam tahun tersebut sebagai proses peningkatan mutu pendidikan (misalnya kenaikan NEM rata-rata dalam prosentase tertentu, perolehan prestasi dalam bidang keterampilan, olah raga, dsb). Program sekolah yang disusun bersama-sama antara sekolah, orang tua dan masyarakat ini sifatnya unik dan dimungkinkan berbeda antara satu sekolah dan sekolah lainnya sesuai dengan pelayanan mereka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Karena fokus kita dalam mengimplementasian konsep manajemen ini adalah mutu siswa, maka program yang disusun harus mendukung pengembangan kurikulum dengan memperhatikan kurikulum nasional yang telah ditetapkan, langkah untuk menyampaikannya di dalam proses pembelajaran dan siapa yang akan menyampaikannya.
Dua aspek penting yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini adalah kondisi alamiah total sumber daya yang tersedia dan prioritas untuk melaksankan program. Oleh karena itu, sehubungan dengan keterbatasan sumber daya dimungkinkan bahwa program tertentu lebih penting dari program lainnya dalam memenuhi kebutuhan siswa untuk belajar. Kondisi ini mendorong sekolah untuk menentukan skala prioritas dalam melaksanakan program tersebut. Seringkali prioritas ini dikaitkan dengan pengadaan preralatan bukan kepada output pembelajaran. Oleh karena itu dalam rangka pelaksanaan konsep manajemen tersebut sekolah harus membuat skala prioritas yang mengacu kepada program-program pembelajaran bagi siswa. Sementara persetujuan dari proses pendanaan harus bukan semata-mata berdasarkan pertimbangan keuangan melainkan harus merefleksikan kebijakan dan prioritas tersebut. Anggaran harus jelas terkait dengan program yang mendukung pencapaian target mutu. Hal ini memungkinkan terjadinya perubahan pada perencanaan sebelum sejumlah program dan pendanaan disetujui atau ditetapkan.
- Prioritas seringkali tidak dapat dicapai dalam rangka waktu satu tahun program sekolah, oleh karena itu sekolah harus membuat strategi perencanaan dan pengembangan jangka panjang melalui identifikasi kunci kebijakan dan prioritas. Perencanaan jangka panjang ini dapat dinyatakan sebagai strategi pelaksanaan perencanaan yang harus memenuhi tujuan esensial, yaitu : (i) mampu mengidentifikasi perubahan pokok di sekolah sebagai hasil dari kontribusi berbagai program sekolah dalam periode satu tahun, dan (ii) keberadaan dan kondisi natural dari strategi perencanaan tersebut harus menyakinkan guru dan staf lain yang berkepentingan (yang seringkali merasakan tertekan karena perubahan tersebut dirasakan harus melaksanakan total dan segera) bahwa walaupun perubahan besar diperlukan dan direncanakan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa, tetapi mereka disediakan waktu yang representatif untuk melaksanakannya, sementara urutan dan logika pengembangan telah juga disesuaikan. Aspek penting dari strategi perencanaan ini adalah program dapat dikaji ulang untuk setiap periode tertentu dan perubahan mungkin saja dilakukan untuk penyesuaian program di dalam kerangka acuan perencanaan dan waktunya.
- Melakukan monitoring dan evaluasi untuk menyakinkan apakah program yang telah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan, apakah tujuan telah tercapai, dan sejauh mana pencapaiannya. Karena fokus kita adalah mutu siswa, maka kegiatan monitoring dan evaluasi harus memenuhi kebutuhan untuk mengetahui proses dan hasil belajar siswa. Secara keseluruhan tujuan dan kegiatan monitoring dan evaluasi ini adalah untuk meneliti efektifitas dan efisiensi dari program sekolah dan kebijakan yang terkait dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Seringkali evaluasi tidak selalu bermanfaat dalam kasus-kasus tertentu, oleh karenanya selain hasil evaluasi juga diperlukan informasi lain yang akan dipergunakan untuk pembuatan keputusan selanjutnya dalam perencanaan dan pelaksanaan program di masa mendatang. Demikian aktifitas tersebut terus menerus dilakukan sehingga merupakan suatu proses peningkatan mutu yang berkelanjutan.
Beragamnya kondisi lingkungan sekolah dan bervariasinya kebutuhan siswa di dalam proses pembelajaran ditambah lagi dengan kondisi geografi Indonesia yang sangat kompleks, seringkali tidak dapat diapresiasikan secara lengkap oleh birokrasi pusat. Oleh karena itu di dalam proses peningkatan mutu pendidikan perlu dicari alternatif pengelolaan sekolah. Hal ini mendorong lahirnya konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Manajemen alternatif ini memberikan kemandirian kepada sekolah untuk mengatur dirinya sendiri dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, tetapi masih tetap mengacu kepada kebijakan nasional. Konsekwensi dari pelaksanaan program ini adanya komitmen yang tinggi dari berbagai pihak yaitu orang tua/masyarakat, guru, kepala sekolah, siswa dan staf lainnya di satu sisi dan pemerintah (Depdikbud) di sisi lainnya sebagai partner dalam mencapai tujuan peningkatan mutu.
Dalam rangka pelaksanaan konsep manajemen ini, strategi yang dapat dilaksanakan oleh sekolah antara lain meliputi evaluasi diri untuk menganalisa kekuatan dan kelemahan sekolah. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut sekolah bersama-sama orang tua dan masyarakat menentukan visi dan misi sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan atau merumuskan mutu yang diharapkan dan dilanjutkan dengan penyusunan rencana program sekolah termasuk pembiayaannya, dengan mengacu kepada skala prioritas dan kebijakan nasional sesuai dengan kondisi sekolah dan sumber daya yang tersedia. Dalam penyusunan program, sekolah harus menetapkan indikator atau target mutu yang akan dicapai. Kegiatan yang tak kalah pentingnya adalah melakukan monitoring dan evaluasi program yang telah direncanakan sesuai dengan pendanaannya untuk melihat ketercapaian visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan kebijakan nasional dan target mutu yang dicapai serta melaporkan hasilnya kepada masyarakat dan pemerintah. Hasil evaluasi (proses dan output) ini selanjutnya dapat dipergunakan sebagai masukan untuk perencanaan/penyusunan program sekolah di masa mendatang (tahun berikutnya). Demikian terus menerus sebagai proses yang berkelanjutan.
Untuk pengenalan dan menyamakan persepsi sekaligus untuk memperoleh masukan dalam rangka perbaikan konsep dan pelaksanaan manajemen ini, maka sosialisasi harus terus dilakukan. Kegiatan-kegiatan yang bersifat pilot/uji coba harus segera dilakukan untuk mengetahui kendala-kendala yang mungkin muncul di dalam pelaksanaannya untuk dicari solusinya dalam rangka mengantisipasi kemungkinan-kemungkian kendala yang muncul di masa mendatang. Harapannya dengan konsep ini, maka peningkatan mutu pendidikan akan dapat diraih oleh kita sebagai pelaksanaan dari proses pengembangan sumber daya manusia menghadapi persaingan global yang semakin ketat dan ditunjang oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang secara cepat.
Daftar PustakaBendell, Tony, and Boulter, Louise, and Kelly, John, 1993, Benchmarking for Competitive Advantage, Pitman Publishing, London, United Kingdom.
Chapman, Judith (ed), 1990, School-Based Decision-Making and Management, The Falmer Press, Hampshire, United Kingdom.
Dikmenum, 1999, Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah: Suatu Konsepsi Otonomi Sekolah (paper kerja), Depdikbud, Jakarta.
...., 1998, Upaya Perintisan Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah (paper kerja), Depdikbud, Jakarta.
Karlof, Bengt and Ostblom, Svante, 1994, Benchmarking : A signpost to Excellence in Quality and Productivity, John Wiley and Soons, New York, USA
Pascoe, Susan and Robert, 1998, Education Reform in Australia: 1992-97 (a Case Study), The Education Reform and Management Series, Education-World Bank, Australia.
Roger,Everett M.,1995, Diffusion of Innovations, The Free Press, New New York, USA.
Semiawan, Conny R., dan Soedijarto, 1991, Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI, PT. Grasindo, Jakarta.
Suseno, Muchlas, 1998, Percepatan Pembelajaran Menjelang Abad 21 (makalah hasil analisis dari Accelerated Learning for 21st Century oleh Colin Rose and Malcolm J. Nicholl), Pasca Sarjana IKIP Jakarta, Jakarta
TimTeknis Bappenas, 1999, School-Based Management di Tingkat Pendidikan Dasar, Naskah kerjasama Bappenas dan Bank Dunia, Jakarta.
Victorian's Departement of Education, 1997, Developing School Charter: Quality Assurance in Victorian Schools, Education Victoria, Melbourne, Australia.
..., 1998, How Good is Our School: School Performance for School Councillors, Education Victoria, Melbourne, Australia.
GURU YANG PROFESIONAL DAN EFEKTIF
Oleh Prof. Suyanto, Ph.D
Pada era otonomi pendidikan, pemerintah daerah memiliki kewenangan yang amat besar bagi penentuan kualitas guru yang diperlukan di daerahnya masing-masing. Oleh karena itu di masa yang akan datang, daerah benar-benar harus memiliki pola rekrutmen dan pola pembinaan karier guru agar tercipta profesionalisme pendidikan di daerah. Dengan pola rekrutmen dan pembinaan karier guru yang baik, akan tercipta guru yang profesional dan efektif. Untuk kepentingan sekolah, memiliki guru yang profesional dan efektif merupakan kunci keberhasilan bagi proses belajar-mengajar di sekolah itu. Bahkan, John Goodlad, seorang tokoh pendidikan Amerika Serikat, pernah melakukan penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa peran guru amat signifikan bagi setiap keberhasilan proses pembelajaran. Penelitian itu kemudian dipublikasikan dengan titel: Behind the Classroom Doors, yang di dalamnya dijelaskan bahwa ketika para guru telah memasuki ruang kelas dan menutup pintu-pintu kelas itu, maka kualitas pembelajaran akan lebih banyak ditentukan oleh guru. Hal ini sangat masuk akal, karena ketika proses pembelajaran berlangsung, guru dapat melakukan apa saja di kelas. Ia dapat tampil sebagai sosok yang menarik sehingga mampu menebarkan virus nAch (needs for achievement) atau motivasi berprestasi, jika kita meminjam terminologi dari teorinya McCleland. Di dalam kelas itu seorang guru juga dapat tampil sebagai sosok yang mampu membuat siswa berpikir divergent dengan memberikan berbagai pertanyaan yang jawabnya tidak sekedar terkait dengan fakta, ya-tidak. Seorang guru di kelas dapat merumuskan pertanyaan kepada siswa yang memerlukan jawaban secara kreatif, imajinatif – hipotetik, dan sintetik (thought provoking questions).
Sebaliknya, dengan otoritasnya di kelas yang begitu besar itu, bagi seorang guru juga tidak menutup kemungkinan untuk tampil sebagai sosok yang membosankan, instruktif, dan tidak mampu menjadi idola bagi siswa di kelas. Bahkan dia juga bisa berkembang ke arah proses pembelajaran yang secara tidak sadar mematikan kreativitas, menumpulkan daya nalar, mengabaikan aspek afektif, dan dengan demikian dapat dimasukkan ke dalam kategori banking concept of education-nya Paulo Friere, atau learning to have-nya Eric From. Pendek kata, untuk melindungi kepentingan siswa, dan juga untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) di daerah dalam jangka panjang di masa depan, guru memang harus profesional dan efektif di kelasnya masing-masing ketika ia harus melakukan proses belajar-mengajar.
Dalam konteks otonomi pendidikan, hasil penelitian John Goodlad tersebut memiliki implikasi bahwa pemerintah daerah perlu menciptakan sebuah sistem rekrutmen dan pembinaan karier guru agar para guru benar-benar memiliki profesionalisme dan efektivitas yang tinggi supaya ketika ia memasuki ruang kelas mampu menegakkan standar kualitas yang ideal bagi proses pembelajaran. Suatu pekerjaan dikatakan profesional jika pekerjaan itu memiliki kriteria tertentu. Jika kita mengikuti pendapat Houle, ciri-ciri suatu pekerjaan yang profesional meliputi: (1) harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat; (2) harus berdasarkan atas kompetensi individual (bukan atas dasar KKN-pen.); (3) memiliki sistem seleksi dan sertifikasi; (4) ada kerjasama dan kompetisi yang sehat antar sejawat; (5) adanya kesadaran profesional yang tinggi; (6) memiliki prinsip-prinsip etik (kode etik); (7) memiliki sistem sanksi profesi; (8) adanya militansi individual; dan (9) memiliki organisasi profesi. Dari ciri-ciri ini Kantor Dinas Pendidikan di daerah dapat menterjemahkan ke dalam sistem rekrutmen dan pembinaan karier guru agar profesi-onalisme guru dapat selalu ditingkatkan di daerahnya masing-masing. Tanpa berbuat seperti itu kualitas guru akan selalu ketinggalan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kata lain, agar guru tetap profesional perlu ada sistem pembinaan karier yang baik, tersistem, dan berkelanjutan.
Guru yang profesional perlu melakukan pembelajaran di kelas secara efektif. Kemudian, bagaimana ciri-ciri guru yang efektif ? Menurut Gary A. Davis dan Margaret A. Thomas, paling tidak ada empat kelompok besar ciri-ciri guru yang efektif. Keempat kelompok itu terdiri dari: Pertama, memiliki kemampuan yang terkait dengan iklim belajar di kelas, yang kemudian dapat dirinci lagi menjadi (1) memiliki keterampilan interperso-nal, khususnya kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan kepada siswa, dan ketulusan; (2) memiliki hubungan baik dengan siswa; (3) mampu menerima, mengakui, dan memperhatikan siswa secara tulus; (4) menunjukkan minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar; (5) mampu menciptakan atmosfir untuk tumbuhnya kerja sama dan kohesivitas dalam dan antar kelompok siswa; (6) mampu melibatkan siswa dalam meng-organisasikan dan merencanakan kegiatan pembelajaran; (7) mampu mendengarkan siswa dan menghargai hak siswa untuk berbicara dalam setiap diskusi; (8) mampu meminimal-kan friksi-friksi di kelas jika ada.
Kedua, kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen pembelajaran, yang meliputi: (1) memiliki kemampuan untuk menghadapi dan menangani siswa yang tidak memiliki perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan transisi substansi bahan ajar dalam proses pembelajaran; (2) mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berpikir yang berbeda untuk semua siswa.
Ketiga, memiliki kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik (feedback) dan penguatan (reinforcement), yang terdiri dari: (1) mampu memberikan umpan balik yang positif terhadap respon siswa; (2) mampu memberikan respon yang bersifat membantu terhadap siswa yang lamban belajar; (3) mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban siswa yang kurang memuaskan; (4) Mampu memberikan bantuan profesional kepada siswa jika diperlukan.
Sunday, September 2, 2007
Membangun Sekolah Cerdas
Tulisan ini akan mengetengahkan tentang konsep sekolah cerdas oleh Barbara MacGilchrist. Dengan mengetahui konsep ini, setiap kita akan bisa melihat bagaimana sekolah atau institusi pendidikan yang ada di sekitar kita, walaupun jelas tidak secara mendalam, tapi cukuplah ia menjadi parameter umum bagi analisa terhadap proses pendidikan di sekolah.
Teori Multiple Intelligences (MI) dari Howard Gardner ternyata tidak hanya berpengaruh pada kurikulum dan pembelajaran saja. Namun, lebih dari itu, teori ini telah menginspirasi hampir semua aspek pendidikan termasuk sisi kepemimpinan sekolah.
Pada awal-awal tahun 2000-an Barbara MacGilchrist memperkenalkan satu bentuk sekolah yang dia namakan dengan the intelligent school atau sekolah cerdas. Konsep sekolah cerdas ini dihasilkan dari penelitian-penelitian empiris tentang school effectiveness (efektifitas sekolah).
Disimpulkan bahwa sebuah sekolah cerdas mempunyai beberapa kecerdasan khusus dan unik. Kecerdasan-kecerdasan ini saling terkait dan tidak bisa dipisahkan. Kecerdasan-kecerdasan itu adalah:
Kecerdasan Kontekstual
Kecerdasan kontekstual menggambarkan satu kemampuan sekolah sebagai organisasi melihat dirinya dalam framework interkoneksi dengan komunitas yang lebih luas dan dunia di mana ia menjadi bagian integral.
Karateristik sekolah ini adalah keterbukaan terhadap ide-ide baru dan inovatif, dan responsif atas peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan terdekat.
Selain itu, sekolah ini mempunyai kapasitas untuk bersikap fleksibel dan bekerja dan berfungsi secara terbuka dengan beragam perspektif, mendengarkan orang lain, terutama komunitas lokal, sembari tidak kehilangan arah untuk menuju tujuan inti sekolah.
Kecerdasan Strategis
Kecerdasan strategis pada intinya adalah kemampuan responsif terhadap situasi sekarang secara tepat, merencanakan masa depan, dan mengantisipasi segala konsekuensinya.
Oleh karena itu, kecerdasan strategis ini akan membawa sekolah pada kejelasan visi, tujuan, target dan standar yang akan dicapai, serta keinginan-keinginan dan harapan yang harus di-share oleh setiap orang dalam komunitas sekolah itu.
Kecerdasan Akademis
Kecerdasan akademik adalah kemampuan sekolah menghargai dan memberikan penekanan akan pentingnya proses pembelajaran yang berkualitas tinggi.
Ada tiga dimensi dari kecerdasan ini, yaitu value-added, proses pembelajaran efektif, dan tingginya ekspektasi akan hasil belajar siswa. Semua dimensi ini dimanifestasikan pada usaha-usaha yang sistimatis, berkelanjutan, dan bersemangat tinggi untuk mewujudkan etos belakar siswa.
Selain itu, kecerdasan ini membuka kesempatan bagi siswa untuk mengekspresikan diri mereka sesuai dengan keunikan entitas mereka.
Kecerdasan Reflektif
Kecerdasan reflektif merujuk pada kemampuan sekolah untuk selalu melakukan monitoring, refleksi dan evaluasi terhadap efektivitas sekolah secara umum, dan perkembangan dan pencapaian belajar siswa secara khusus.
Dalam prosesnya, sekolah yang cerdas secara reflektif akan berhati-berhati terhadap bahaya rendahnya ekspektasi siswa terhadap mutu akademik mereka pada satu sisi, sementara pada sisi lain mereka berpuas diri dengan hasil belajar yang kelihatan bagus.
Kecerdasan Pedagogis
Kecerdasan pedagogis ini mencirikan sekolah cerdas sebagai sekolah yang mampu untuk melihat dirinya sebagai sebuah learning organisation atau organisasi belajar. Kecerdasan ini memastikan bahwa proses belajar mengajar secara regular diuji dan dikembangkan sehingga tidak pernah menjadi sesuatu yang ortodoks dan status quo.
Kecerdasan Kolegial
Kecerdasan kolegial memungkinkan sekolah untuk membangun kapasitas sekolah dalam mengembangkan kerja sama antara staf untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas secara khusus.
Ada pengakuan akan pentingnya untuk mensupor proses belajar guru (bukan siswa) secara berkelanjutan dalam berbagai cara.
Yang mendasari kecerdasan kolegial ini adalah sebuah pemahaman bahwa individu bisa melakukan sesuatu, akan tetapi gabungan dari setiap individu yang mampu bekerja sama akan meningkatkan dan mengembangkan kemampuan masing-masing.
Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi terkait dengan kemampuan sekolah untuk memberikan keleluasaan kepada staf dan siswa untuk memiliki, mengekspresikan, dan menghormati perasaan mereka.
Howard Gardner membedakan antara kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal. Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan memahami orang lain: Apa yang memotivasi mereka untuk melakukan sesuatu dan bagaimana bekerja sama secara kooperatif dengan mereka.
Sementara kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan memahami diri sendiri untuk membentuk satu model kepribadian yang tepat dan mampu menerapkan model itu secara efektif dalam kehidupan.
Kecerdasan Spiritual
Spiritualitas diartikan sebagai sebuah sumber kreativitas yang terbuka bagi semua orang. Ia akan membuat kualitas hidup menjadi bermakna, melahirkan pencarian, ide, pengamatan, pencerahan, empati, ekspresi artistik, usaha-usaha untuk berpenghidupan yang berkah.
Spiritualitas akan membuka diri kita terhadap kehidupan kita dan orang lain. Spiritualitas adalah inti kehidupan yang membawa harapan, kesabaran dan ke-tekunan, syukur, dorongan, kedamaian, kebertujuan dan kebermaknaan yang diejawantahkan dalam keseharian, sembari memperoleh pencapaian yang melebihi dunia nyata dan nampak ini.
Spiritualitas membuat kita mencari dan bertahan kokoh dengan nilai-nilai yang diyakini dan tidak dipengaruhi oleh sukses material.
Oleh karena itu, kecerdasan spiritual bercirikan penghargaan dan penilaian fundamental terhadap kehidupan dan perkembangan semua anggota dalam komunitas sekolah.
Setiap orang dilihat sebagai entitas yang mampu berkontribusi dan mempunyai sesuatu untuk dikontrubusikan. Kecerdasan ini mengakui pentingnya menyeimbangkan kesibukan hidup komunitas sekolah dengan kedamaian dan kesempatan untuk terus berhubungan dengan isu-isu spiritual.
Kecerdasan spiritual menyatakan bahwa pengalaman bukanlah sesuatu yang secara kasat mata dapat dilihat dan diukur dengan materi. Ia menekankan pentingnya kemampuan sekolah mempromosikan pembelajaran mendalam setiap anggota komunitas.
Kecerdasan Etika
Kecerdasan terakhir dari sekolah cerdas adalah kecerdasan etika. Kecerdasan ini mengakui pentingnya hak-hak siswa dan keperluan untuk melibatkan mereka dalam pembuatan keputusan tentang proses belajar mereka.
Kecerdasan etika mencakup kejelasan statemen tentang nilai dan keyakinan yang dimuat dalam tujuan-tujuan sekolah. Ia menekankan pada bagaimana sekolah menjelaskan tujuan-tujuan moral dan prinsip-prinsipnya seperti keadilan, kesetaraan dan inklusivitas.
Ciri kecerdasan ini juga terdapat pada adanya perhatian terhadap distribusi dan penggunaan sumber daya sekolah. Sekolah dengan kecerdasan etika ini memiliki self-esteem yang tinggi sebagai sebuah organisasi yang mendorong untuk berupaya secara berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas sekolah.
Sekolah cerdas secara etika tidak pernah merasa puas akan apa yang sedang mereka lakukan dan sudah dicapai, dan selalu mempunyai ide-ide bagaimana menjadi lebih baik.
Kesembilan kecerdasan ini tentu mempunyai implikasi terhadap kepemimpinan dan manajemen sekolah di mana para pemimpinnya harus membangun satu pemahaman kolektif terhadap keragaman kecerdasan sekolah seperti yang disebutkan di atas.
Pendekatan kepemimpinan yang bisa digunakan dalam hal ini adalah problem solving approach di mana seorang pemimpin sekolah melakukan identifikasi terhadap kecerdasan-kecerdasan yang belum dimiliki oleh sekolah, mana yang masih kurang dan perlu dipertahankan dan ditingkatkan.
Setelah itu, mereka mencari alternatif-alternatif solusi bagi permasalahan itu, yang diikuti dengan analisa sumber-sumber potensial yang dapat berkontribusi memecahkan permasalahan yang ditemukan.
Kemudian pemilihan terhadap solusi dari alernatif-alternatif tersebut, untuk kemudian diimplementasikan। Terakhir, evaluasi berkelanjutan harus dilakukan agar semua kecerdasan sekolah itu dapat terwujud secara mantap dan efektif.
(Symber :http://riaupos.com/baru/content/view/5231/73/ )